oleh

Akademisi Hukum Tri Wahyu Sebut SK Bupati Anambas Melanggar Asas-Asas Pemerintahan Yang Baik

Akademisi Hukum Tri Wahyu, S.H.

Anambas (KEPRI)-Surat Keputusan (SK) adalah surat yang berisi suatu tindakan hukum yang dibuat oleh pimpinan suatu organisasi atau lembaga pemerintahan berkaitan dengan kebijakan organisasi atau lembaga tersebut. Ada 3 hal yang harus ada di Surat Keputusan yakni:

Yang pertama Konsideran, Landasan atau dasar hukum dibuatnya keputusan tersebut. Pada bagian ini terdapat kata-kata seperti Menimbang, Mengingat, Membaca, Mendengar, atau Memperhatikan.

Kedua Desiseratum, Bagian yang berisi tujuan (untuk apa) Surat Keputusan itu dibuat. Setiap SK punya tujuan , dan tujuan itu bisa lebih dari 1 atau lebih.

Ketiga Diktum, Isi keputusan tersebut, ditandai dengan adanya kata Memutuskan dan Menetapkan.

Mengenai SK yang dikeluarkan oleh Bupati Kepulauan Anambas dengan NO: 1013 Tahun 2019 tentang PEMBERHENTIAN KEPALA DESA LANGIR KECAMATAN PALMATAK, dengan menimbang ketentuan pasal 40 ayat (3) Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang desa yang menyatakan bahwasanya pemberhentian Kepala Desa ditetapkan oleh Bupati/Walikota dan laporan hasil Tim Kajian atas laporan Badan Permusyawaratan Desa di desa Langir Kecamatan Palmatak.

Pemberhentian ini tentu didasari oleh beberapa pertimbangan-pertimbangan hukum yang termuat didalam Undang-Undang dan/atau Permendagri dan/atau Peraturan Pemerintah (PP) yang secara khusus mengatur tentang hal ini, dalam hal ini ialah Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Permendagri No. 66 Tahun 2017 perubahan atas Permendagri No. 82 Tahun 2015 tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa serta Peraturan Pemerintah No. 11 tahun 2019 perubahan kedua atas Peraturan Pemerintah No. 43 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 6 tahun 2014.

Berdasakarkan pasal 40 ayat (1) butir c UU No. 6 tahun 2014 menerangkan bahwa Kepala Desa dapat berhenti karena diberhentikan. Diberhentikan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) UU tersebut Jo. Pasal 8 ayat (2) Permendagri No. 66 Tahun 2017 memuat: Berakhir masa jabatannya;
Tidak dapat melaksanakan tugasnya secara berkelanjutan atau berhalangan tetap secara berturut-turut selama 6 bulan karena menderita sakit yang mengakibatkan baik fisik maupun mental, tidak berfungsi secara normal yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter yang berwenang dan/atau tidak diketahui keberadaannya, Tidak lagi memenuhi syarat sebagai kepala desa, Melanggar larangan sebagai kepala desa, Adanya perubahan status desa menjadi kelurahan, penggabungan dua (2) desa atau lebih menjadi satu (1) desa baru, atau penghapusan desa;
Tidak melaksanakan kewajiban sebagai kepala desa dan/atau
Dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima (5) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Dasar dikeluarkannya Surat Keputusan Bupati Kabupaten Anambas No. 1013 Tahun 2019 Tentang PEMBERHENTIAN KEPALA DESA LANGIR KECAMATAN PALMATAK terkait Peninjauan Kembali dugaan penyalahgunaan Anggaran Desa yang termaktub dalam Surat Keputusan Kecamatan Palamatak No. 623/KCP/PEM/2019 Tentang Non Aktif Sementara Tugas-tugas Kepala Desa Langir dan ditindak lanjuti oleh Bupati, menurut penulis surat keputusan tersebut mengandung cacat yuridis karena.

Pemberhentian tersebut secara subtansial hanya berdasarkan laporan hasil Tim Kajian atas laporan Badan Permusyawaratan Desa di desa Langir Kecamatan Palmatak, sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya Tim Kajian hanya memiliki kewenangan eksekutif, jika merujuk pada Pasal 40 ayat (2) UU No. 6 tahun 2014 Jo. Pasal 8 ayat (2) Permendagri No. 66 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.

Kepala Desa dapat diberhentikan karena “dinyatakan sebagai terpidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima (5) tahun berdasarkan putusan pengadilan yang inkrcaht ”; Pemberhentian Kepala Desa Langir hanya berdasarkan Laporan hasil Tim Kajian atas laporan Badan Permusyawaratan Desa di Desa Langir Kecamatan Palmatak yang belum ditindaklanjuti melalui jalur litigasi.

Menyikapi hal tersebut salah satu Akademisi Hukum Tri Wahyu, S.H menyebut, Surat Keputusan (SK) tersebut sudah melanggar asas-asas pemerintahan yang baik; Tidak adanya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan pemberhentian Kepala Desa hanya berdasarkan hasil kajian tanpa adanya putusan pengadilan apabila pemberhentian tersebut dilakukan karena adanya tindak pidana yang dilakukan oleh kepala desa,” ucap Tri Wahyu, S.H., kepada awak media ini, Selasa (5/5) malam.

Untuk menghindari abuse of power, maka pemerintah dalam hal ini Bupati harus bertindak dan menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Berdasarkan asas contrarius actus yang artinya Pejabat atau Badan TUN yang berwenang mengeluarkan keputusan TUN dengan sendirinya dapat pula membatalkannya, menurut Sudiyatmiko Ariwibowo berpendapat bahwa pencabutan maupun pembatalan tidak hanya melalui Pengadilan Tata Usaha Negara, tetapi juga dapat dibatalkan apabila pejabat atau Badan TUN menyadari bahwasanya ada kekeliruan terhadap Keputusan yang dikeluarkannya, tanpa harus menunggu keberatan administratif atau gugatan pihak lawan.

Sumber: Tri Wahyu, S.H.
Editor: Kadeni

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed