Jakarta-Hilangnya hak anak atas pendidikan di DKI Jakarta dan bahkan di Indonesia tahun ajaran baru 2020/2021 menuai protes keras dari Arist Merdeka Sirait selaku Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak.
Gubernur, Wakil Gubernur serta Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta gagal paham terhadap tugas dan fungsinya sebagai pejabat pemerintah dalam mengeksekusi Permendikbud No. 44 Tahun 2019 tentang PPBD bahkan dituding dengan sengaja melanggar Konstitusi yang menyebutkan bahwa mendapat pendidikan adalah hak fundamental setiap warga negara dan diberikan tanpa diskriminasi.
Demikian juga Kadis Pendidikan DKI Jakarta telah melanggar ketentuan UU RI tentang Sistim Pendidikan Nasional, UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang mengatur tentang hak anak untuk mendapatkan pendidikan demikian dengan Kesepakatan International DOHA tentang Pendidikan untuk Semua (education for all) dan Konvensi Internasional PBB tentang hak anak.
“Jadi tidak ada lagi satu aturan pun serta Undang-undang yang tidak dilanggar ketiga pejabat pemerintah DKI Jakarta ini”, terang Aris Merdeka Sirait, kepada awak media, Sabtu (27/6).
Oleh sebab itu, tiada alasan apapun untuk tidak membatalkan penyelenggaraan PBDB DKI Jakarta tahun 2020 untuk Siswa SMP (kelas 7) dan SMA (kelas 10) karena nyata-nyata telah mengorbankan hak anak atas pendidikan.
Atas permasalahan dan kesisruan ini, Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi independen di bidang Perlindungan Anak yang diberikan tugas dan fungsi untuk melakukan pembelaan dan Perlindungan Anak Indonesia, sangat percaya dan dipastikan demi kepentingan terbaik anak khususnya demi kepentingan hak anak atas pendidikan, Gubernur DKI Jakarta diharapkan mendengar keluhan anak dan warganya untuk segera membatalkan penyelenggaraan PPDB DKI Jakarta tahun 2002 yang tidak berkeadilan itu.
“Apalagi kita tau bahwa pak Gubernur adalah Mantan Menteri pendidikan bahkan intelektualitas kampus yang sebelumnya justru peduli dengan penyelenggaraan pendidikan dengan pendekatan non- diskriminasi dan salah seorang penggagas program “Ayo Mengajar” yang dikhususkan di daerah-daerah tertinggal, daerah bencana dan cross border.
“Jadi tidak alasan bagi Gubernur DKI Jakarta untuk tidak mendengar jeritan anak-anak yang kehilangan kesempatan belajar dan hak anak atas pendidikan”, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait di kantornya Komnas Perlindungan Anak ketika menerima pengaduan sejumlah orang tua yang menjadi korban penerapan PBDB DKI Jakarta tahun 2020 melalui jalur Zonasi dengan seleksi batasan usia.
Sementara itu Sekjen Komnas Perlindungan Anak Dhanang Sasongko juga sebagai Direktur PAUD Institut yang juga didampingi Lia Latifah salah seorang Komisioner Komnas Perlindungan Anak dan Bayu Setiadji Staff Pengaduan menjelaskan bahwa penggunaan seleksi berdasarkan umur atau usia sebagai syarat utama dalam penerimaan peserta didik baru PPDB SMP dan SMA di DKI Jakarta tahun 2020-2021 melalui jalur afirmasi dan zonasi bertentangan dengan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Permen Nomor : 44 Tahun 2019 tentang pelaksanaan PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK dan harus dibatalkan.
Sikap yang sama ini ditegaskan dan disampaikan oleh Aris Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak di Jakarta kepada sejumlah media yang dimintai respon dan tanggapannya terhadap pengaduan ratusan ibu-ibu keluarga dari anak yang menjadi korban Permendikbud Nomor : 44 tahun 2019 tentang PPDB dan gagal pahamnya Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam mengeksekusi Permendikbud.
Padahal sesungguhnya Kadis Pendidikan sangat paham bahwa di dalam ketentuan pasal 25 ayat (1) Permendikbud Nomor : 44 tahun 2019 mengatakan bahwa seleksi calon peserta didik baru SMP kelas (7) dan kelas dan SMA (10) harus dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama.
Arist Merdeka Sirait lebih jauh mengatakan bahwa secara yuridis formal kebijakan PPDB di DKI Jakarta untuk alokasi afirmasi dan zonasi yang mempertahankan prasyarat usia sebagai calon peserta didik adalah merupakan pelanggaran hak anak.
Nah didalam Permendikbud No. 44 Tahun 2019 sangat jelas tertulis yaitu PPDB dilakukan dengan memprioritaskan jarak sangat jelas sekali bukan usia melainkan zonasi dan jarak.
Gubernur DKI Jakarta, Kepala Dinas Pendidikan dan Wakil Gubernur DKI Jakarta gagal paham terhadap tugas dan fungsinya sebagai pejabat pemerintah dalam mengeksekusi Permendikbud No. 44 Tahun 2019 bahkan dituding dengan sengaja telah melanggar Konstitusi yang menyebutkan bahwa mendapat pendidikan adalah hak fundamental setiap warga negara dan diberikan tanpa diskriminasi.
Disamping itu Gubernur dan Wakil Gubernur serta Kadis Pendidikan DKI Jakarta juga melanggar UU RI tentang Sistim Pendidikan Nasional dan UU RI Nomor : 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang mengatur tentang hak secara untuk mendapatkan pendidikan demikian juga dengan Konvensi PBB tentang hak anak serta Kesepakatan Iternational DOHA tentang pendidikan untuk semua (education for all).
“Jadi tidak ada lagi aturan serta Undang-undang yang tidak dilanggar pemerintahan DKI Jakarta dalam menerapkan Permendikbud No. 44 Tahun 2019”.
Oleh sebab itu tiada alasan bagi Gubernur DKI Jakarta untuk tidak membatalkan segera penyelenggaraan PBDB DKI Jakarta tahun 2020 untuk Siswa SMP dan SMA yang nyata-nyata telah mengorbankan hak anak atas pendidikan.
Atas permasalahan dan ketidakadilan ini, Komnas Perlindungan Anak sebagai institusi independen di bidang Perlindungan Anak yang diberikan tugas dan fungsi untuk melakukan pembelaan dan Perlindungan Anak Indonesia, sangat percaya dan dipastikan demi kepentingan terbaik anak khususnya demi kepentingan hak anak atas pendidikan, Gubernur DKI Jakarta diminta mendengar keluhan anak dan warganya untuk segera membatalkan penyelenggaraan PPDB DKI Jakarta tahun 2002 yang mengedepankan persyaratan penentu penerimaan murid dengan batasan usia.
“Dengarlah jeritan siswa dan siswi di DKI Jakarta yang telah merindukan sekolah”, “Jangan tambah lagi derita anak akibat dari Virus Corona yang tak kunjung berlalu dengan kebijakan PPBD yang tidak adil dan diskriminatif”, “Rasanya tidak adil jika kita biarkan Permendikbud tentang PPBD salah dijalankan oleh pemerintah”, ujar Arist.
“Apalagi kita semua tau bahwa pak Gubernur DKI Jakarta adalah Mantan Menteri Pendidikan bahkan intelektualitas kampus yang sebelumnya justru peduli dengan penyelenggaraan pendidikan dengan pendekatan non- diskriminasi dan salah seorang penggagas v program “Ayo Mengajar” yang dikhususkan pada daerah tertinggal, daerah bencana dan cross border.”
“Jangan tambah lagi derita anak dan dan beban psikologis anak”, sebab anak sudah lama dalam posisi tertekan dan terintimidasi”, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait di media center KOMNAS Perlindungan Anak ketika menerima pengaduan perwakilan orang tua wali murid yang menjadi korban penerapan PBB DKI Jakarta tahun 2020 melalui jalur Zonasi dengan seleksi batasan usia Jumat 26/06.
Sementara itu Sekjen Komnas Perlindungan Anak Dhanang Sasongko juga sebagai Direktur PAUD Institut, didampingi Lia Latifah Komisioner Komnas Perlindungan Anak dan Bayu Setiadji Staff Pengaduan, menjelaskan bahwa penerapan seleksi berdasarkan umur atau usia sebagai syarat utama dalam penerimaan peserta didik baru PPDB SMP dan SMA di DKI Jakarta tahun 2020-2021 melalui jalur afirmasi dan zonasi bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ( Permendikbud Nomor : 44 Tahun 2019 tentang PPDB pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK).
Sikap Dhanang Sasongko ini juga ditegaskan oleh Aris Merdeka Sirait Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak di Jakarta kepada sejumlah orangtua korban PPBD DKI Jakarta dan kepada sejumlah media yang memintai respon dan tanggapannya terhadap pengaduan ratusan ibu-ibu keluarga dari anak yang menjadi korban Permendikbud Nomor : 44 tahun 2019 tentang PPDB dan gagal pahamnya Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam mengeksekusi Permendikbud.
Padahal sesungguhnya Kadis Pendidikan DKI Jakata sudah sangat paham betul bahwa di dalam ketentuan pasal 25 ayat (1) Permendikbud Nomor : 44 tahun 2019 mengatakan bahwa seleksi calon peserta didik baru SMP (kelas ()7) dan SMA ( Kelas 10) dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama merupakan kebijkan melanggar hak anak.
Arist Merdeka Sirait lebih tegas mengatakan bahwa secara yuridis formal kebijakan PPDB di DKI Jakarta untuk alokasi afirmasi dan zonasi yang mengedepankan syarat usia calon peserta didik merupakan kesalahan fatal dalam mengeksekusi Pasal 25 ayat (1) Permendikbud No. 44 Tahun 2019 serta merupakan pelanggaran serius terhadap hak anak atas pendidikan dan merupakan kekerasan negara dalam penyelenggaraan pendidikan.
,”Tidaklah adil bila kita membiarkan hak anak atas pendidikan terabaikan dan anak kita menjadi korban dari kebijakan pemerintah”.
“Untuk memberikan perlindungan masyarakat khususnya anak dari dampak pandemi Covid 19, Indonesia telah menyatakan sebagai negara dalam bencana nasional non alam dengan demikian penyelenggaraan pendidikan juga semestinya ditempatkan sebagai situasi dan keadaan kedaruratan, tambah Arist.
Disamping itu, di dalam pasal 25 ayat (1) Permendikbud Nomor : 44 tahun 2019 secara jelas mengatakan bahwa seleksi calon peserta didik baru SMP (kelas 7) dan SMA (kelas 10) dilakukan dengan cara memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang sama bukanlah usia. Sebab syarat usia merupakan praktek ketidakadilan dan diskriminasi.
“Nah didalam Permenfikbud No. 44 Tahun 2019 sangat jelas tertulis yaitu PPDB dilakukan dengan memprioritaskan jarak bukan usia melainkan jarak”, tegas Arist Merdeka Sirait.
Untuk memastikan aksi pembatalan pelaksanaan PPBD DKI Jakarta 2020 yang telah merugikan dan pengabaikan hak anak atas pendidikan, Delegasi orangtua korban kebijakan PPBD bersama Komas Perlindungan Anak Senin 29/06 mengagendakan bertemu Komisi X DPR dan Menteri Pendidikan dan Gubernur DKI Jakarta. (Red)
Komentar