Jakarta-Mewajibkan siswi SMKN 2 Padang semenjak 17 tahun menggunakan seragam sekolah kekhususan berdasarkan latar belakang keagamaan alias menggunakan “JILBAB” dengan dasar berpikir agar peserta didik di seluruh sekolah negeri terhindar dari sengatan nyamuk DBD, adalah sikap berlebihan dan melecehkan fungsi jilbab yang sesungguhnya.
Selain itu Mantan Wali Kota Padang FAUZI BAHAR periode 2004-2019 nyata-nyata gagal paham terhadap fungsi jilbab sekaligus melecehkan dan melanggar hak Asasi Manusia, kebebebasan beribadah dan beragama, serta melanggar UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tetang Sistim Pendidikan Nasional.
Disamping itu, Fauzi Bahar telah melecehkan dan dengan sengaja mengabaikan dan melanggar Permendikbud Nomor : 45 Tahun 2014 tentang Penggunaan pakaian seragam sekolah mulai dari seragam sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah, dimana didalam Permendikbud tersebut pihak sekolah dan lembaga pendidikan negeri dilarang mewajibkan peserta didik untuk menggunakan seragam sekolah berdasarkan kekhususan keagamaan.
Dalam Permendikbud 45 Tahun 2014 itu, peserta didik yang secara khusus mempunyai kekhususan dengan latar belakang keagamaan peserta didik itupun dilarang mewajibkan, atau mengimbau kepada siswinya untuk menggunakan jilbab apalagi mewajibkan peserta didik non-muslim menggunakan jilbab dengan keharusan. Itu jelas-jelas melanggar Hak Asasi Manusia dan intoleransi”, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum KOMNAS Perlindungan Anak kepada sejumlah media dalam keterangan persnya di Jakarta, Senin (25/01/2021).
Lebih jauh Arist menjelaskan bahwa sikap mantan Walikota Padang ini merupakan sikap intoleransi, anti kemajemukan dan kebinekaan serta gagal menanamkan nilai-nilai kebinekaan, dan kebersamaan dan toleran dalam dunia pendidikan.
Alasan menerapkan kewajiban siswi sekolah negeri menggunakan jilbab agar peserta didik perempuan tidak muda tersengat oleh nyamuk DBD, adalah sikap arogansi dan berlebihan. Lalu pertanyaannya bagaimana dengan siswa laki-laki yang tidak menggunakan jilbab?
Kalau sikap mantan Walikota Padang ini kita biarkan, itu artinya kita membiarkan lembaga pendidik menanamkan bibit-bibit intoleransi dan anti dengan kemajemukan..”Waou…ini bahaya” Sikap sepert ini tak lah pantas menjadi pemimpin,” tegas Arist.
Atas kejadian ini, Komnas Perlindungan Anak meminta Gubernur Sumatera Barat mencabut segera aturan sekolah yang intoleransi itu, serta memberhentikan Kepala Dinas Pendidikan Sumbar lalu pecat secara tidak hormat Kepsek SMKN 2 Padang yang terus mempertahan aturan sekolah itu,” desak Arist.
Untuk memastikan penegakan hukum atas kejadian ini dan memberikan dampingan psikologis terhadap 43 siswi non muslim di SMK Negeri 2 Padang ini, KOMNAS Perlindungan Anak menerjunkan Tim Investigasi dan Ligitigasi KOMNAS Perlindungan Anak Sumbar untuk memberikan pambelaan dan dampingan hukum.
Untuk kejadian ini, tidalah berlebihan jika KOMNAS Perlindungan Anak mendukung sikap Mendikbud untuk memberikan sanksi bagi pengelolah sekolah baik kepada Kepala Dinas Pendidikan Sumbar yang telah membiarkan 17 tahun aturan ini dibiarkan berlaku dan agar tidak menjadi contoh atau preseden di dalam lingkungan sekolah negeri di Indonesia.
Lingkungan sekolah harus bebas sari penanaman nilai-nilai kebencian, radikalime, intoleransi dan bebas dari kekerasan,” tutup Arist (art)