Jakarta-Kepsek SD HS di Medan terduga pelaku kejahatan seksual terhadap 7 orang siswinya selama dua tahun, terancam pidana penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun bahkan pelaku dapat diancam dengan pidana pokok seumur hidup, hal ini disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan Anak dalam keterangan persnya kepada sejumlah awak media di Kantornya, Jakarta, Selasa (20/04/21) kemarin.
Mengingat perbuatan Kepsek merupakan tindak pidana Kejahatan seksual luar biasa (extraordinary crime) sudah sepatutnyalah Polda Sumatera Utara (Poldasu) menangkap dan menahan untuk dimintai pertanggungjawaban hukumnya.
Dan untuk mendapat kepastian hukum bagi korban dan keluarganya dan untuk tidak menimbulkan keresahan masyarakat dan secara khusus keluarga korban, Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) sebagai lembaga independen dibidang perlindungan anak yang diberi tugas dan fungsi untuk membela dan melindungi anak di Indonesia meminta atensi Kapolda terhadap kasus ini.
“Saya memohon Kapolda Sumut untuk memerintahkan Unit Renakta Poldasu yang menerima dan menangani pengaduan ini untuk segera melakukan gelar perkara terhadap kasus ini,” ungkapnya.
“Karena kasus kejahatan seksual yang menimpa 7 orang siswi ini merupakan kejahatan luar biasa, apalagi dilakukan oleh seorang kepala sekolah yang seyogianya melindungi anak bukan justru merusaknya, saya meminta atensi khusus bapak Kapoldasu agar perkara ini ditangani dengan serius. “Tidak ada kata kompromi dan damai terhadap kasus kejahatan seksual ini,” tegas Arist.
Predator seksual patut dikenakan sanksi hukum setimpal dengan perbuatan pelaku. UU RI No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Perpu No. 01 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak junto UU RI No. 35 Tahun 2014.
“Janganlah kasus ini dianggap kasus pidana biasa dan reme temeh”.
“Namun saya percaya kepada bapak Kapolda Sumut bahwa dalam waktu dekat pelaku akan segera ditangkap untuk dimintai pertanggungjawabkan hukum atas perbuatannya dan segera kasusnya diserahkan kepada Jaksa penuntut umum.
Untuk keperluan kasus ini Komnas Perlindungan Anak dua minggu lalu telah bertulis surat kepada bapak Kapolda. “Saya tidak tahu apakah beliau membaca atau tidak”, tambah Arist.
Lebih lanjut Arist menjelaskan, untuk memberikan dukungan penegakan hukum atas kasus ini, Tim Advokasi dan Litigasi Komnas Perlindungan Anak bersama Tim dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Sumut akan segera bertemu dengan 7 orang korban dan keluarganya untuk melakukan “assement” terjafap kejadian ini serta bertemu dengan Kapoldasu.
Untuk diketahui, bahwa kasus ini bermula dari laporan salah seorang siswi kepada orangtuanya kemudian orangtuanya melaporkannya ke Poldasu di Unit Remaja Anak dan Eanita (Renakta).
Orang tua korban membeberkan bahwa modus yang dilakukan Kepala Sekolah ke 7 orang korban terbilang sama dari korban satu dengan lainnya yakni korban dibawa ke ruangan dan berdalih diajari kayang hingga akhirnya dilakukan bully kekerasan seksual dengan modus dipanggil ke ruangannya, dibujuk, kemudian diajari tari kemudian beberapa bagian alat vital si anak dirabah-rabah secara berulang dengan penuh nafsu lalu korban dibawah ke salah satu hotel di Kawasan Medan Selayang sampai korban hafal jalan ke hotel tersebut.
Korban mengaku dipaksa melakukan oral seks dengan bujuk rayu dengan mengunakan kata-kata mutiara yang dikutip dari ayat yang ada di alkitab.
Untuk tidak menimbulkan keresahan bagi masyarakat, korban dan keluarganya, saya mengundang perhatian dan kehadiran bapak Kapoldasu untuk perkara ini. Karena perbuatan pelaku telah melecehkan martabat anak. Saya berharap atensi bapak Kapoldasu,” tutupnya. (Red)
Editor: 7ringgo
Komentar