oleh

Arist Merdeka Sirait Berpesan Kepada Presiden: Indonesia “Darurat” Pelanggaran Hak Anak

Arist Merdeka Sirait (kanan) 

“Indonesia terancam kehilangan generasi penerus”

Jakarta-Meningkatnya pelanggaran hak anak Indonesia bukan lagi berada pada situasi darurat bapak presiden, namun sudah berada pada situasi “Abnormal” yakni tindakan perbuatan dan perilaku para pelaku pelanggaran hak anak di Indonesia sudah tidak bisa diterima akal sehat manusia lagi, karena telah melecehkan dan merendahkan harkat dan martabat manusia.

Ada banyak anak-anak Idonesia menjadi korban perbudakan seks, korban perdagangan dan penjualan anak untuk tujuan eksploitasi seksual komersial, ada banyak anak-anak menjadi korban kejahatan seksual, disodomi dipaksa secara seksual dan persetubuhan, ada banyak juga anak korban kejahatan seksual saudara sekandung (incest) ada juga anak dieksploitasi secara seksual dan ekonomi, ada juga anak dipekerjakan sebagai Asisten Rumah Tangga (ART), demikian juga ada anak terpaksa hidup dijalanan dimanfaatkan menjadi sumber ekonomi alternatif keluarga, anak di jadikan pengemis, pengamen dan peminta-minta serta ada banyak juga anak dieksploitasi secara politik dengan melibatkan anak untuk kepentingan politik kelompok tertentu, ada banyak juga anak di beberapa daerah dilibatkan dalam aksi-aksi teror dan bom bunuh diri dan ada banyak fakta juga anak-anak usia sekolah ditanamkan paham-paham radikalisme dan ujaran-ujaran kebencian dan ada banyak pula anak-anak menjadi korban perundungan “bullying” baik di rumah maupun di lingkungan sekolah.

Yang mulia bapak Presiden, ada banyak juga anak Indonesia menjadi korban penganiayaan penyiksaan, mutilasi, perampasan hak hidup anak secara paksa, demikian juga perampasan hak anak atas pendidikan.

Demikian tidak bisa kita abaikan dan pungkiri bahwa fakta menunjukkan ada jutaan anak-anak di beberapa daerah tidak mempunyai akte lahir (undocumented), ada juga peristiwa di beberapa daerah anak menjadi korban kekerasan fisik dengan cara-cara tidak manusiawi dengan menghukum anak dengan cara menyiram dengan air panas, air keras, menempelkan sterika panas ke tubuh anak, lalu mengikat anak ditiang rumah dan pohon, bahkan ada peristiwa anak dikubur hidup-hidup hanya untuk menghilangkan jejaknya, demikian juga ada banyak fakta anak-anak menjadi korban kejahatan seksual secara bergerombol (gengRAPE) yang dilakukan lebih dari 5 orang pelaku seperti tragedi Yuyun di Bengkulu anak usia 13 tahun yang diserang secara seksual dan ada ribuan anak-anak menjadi korban Kekerasan Dalam Rumah tangga (KDRT) dan seringkali pula anak digunakan sebagai tameng oleh orangtuanya untuk digunakan membalas dendam oleh pasangannya yang sedang berkonflik dalam rumah tangga.

Ada juga tragedi anak di mutalilasi, lalu dibuang ke sungai dan jurang. Ada pula kasus mutilasi anak lalu dagingnya dijual kewarung-warung.

Bapak Presiden, untuk diketahui bahwa pelaku- pelaku pelanggaran hak anak yang disampaikan di atas adalah orang terdekat anak seperti orang tua kandung maupun tiri, kakak, paman guru, dan keluarga terdekat anak yang menjadi pelakunya yang seyogyanya menjadi garda terdepan untuk menjaga dan melindungi dan menyelamatkan anak, namun justru orang terdekat anak itulah yang menjadi jusyru menjadi predator dan monster anak.

Dalam kondisi dan situasi “abnormal” inilah diharapkan kehadiran pemerintah negara orang tua dan masyarakat untuk menyelamatkan anak Indonesia jika kondisi dan situasi ini tidak direspon secara tepat maka tidaklah berlebihan bangsa ini bisa terancam kehilangan generasi atau lost generation.

Untuk menjawab kondisi dan situasi “abnormal” ini sudah saatnya Bapak Presiden berinisiatif menyelenggarakan URUN REMBUK NASIONAL Memutus Mata Rantai Pelanggaran Hak anak di Indonesia dengan mengundang para pegiat dan relawan Perlindungan Anak dan Lembaga-lembaga Perlindungan Anak (LPA) di seluruh Nusantara guna menyusun dan merumuskan Rencana Aksi Nasional strategis gerakan Perlindungan Anak Indonesia serta merumuskan SISTIM PENDATAAN dan MEKANISME NASIONAL intervensi Perlindungan Anak Indonesia.

Tanggung jawab Pemerintah sebagai penyelenggara Negara:

Untuk implementasi gerakan Aksi Nasional Strategis Memutus Mata Rantai Pelanggaran hak anak di masing-masing daerah sesuai dengan mekanisme nasional berdasarkan Inpres Nomor : 01 tahun 2014 tentang GN-AKSA dimana Pemerintah di masing-masing daerah, Walikota Bupati, maupun Gubernur diwajibkan membangun gerakan Perlindungan Anak berbasis keluarga dan Kampung, dan dimasing-masing tempat desa dan Kampung, dibangun Gerakan Perlindungan Anak dengan melibatkan anak-anak dan anggota masyarakat dengan memanfaatkan fasilitas-fasilitas strategis yang tersedia di Kelurahan, Desa, Dusun, dan Kampung seperti memanfaatkan sarana ibadah dan alat komunikasi yang tersedia di rumah ibadah tersebut untuk memberikan, pengumuman, peringatan dan pengawasan terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran hak anak dan memanfaatkan kegiatan kegiatan kerohanian anggota masyarakat seperti kegiatan Majelis Taklim, kumpulan arisan maupun Wiridan dan kelompok pengajian ibu-ibu.

Untuk mengimplementasikan RAN Memutus Mata Rantai Pelanggaran Hak-hak Anak di daerah masing-masing, pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran gerakan ini yang cukup ini dapat diintegrasikan dengan program pedesaan yang telah dicanangkan Menteri Desa sebagai program pemberdayaan perlindungan anak perempuan dan lansia.

Penegakan Hukum :

Sekalipun Undang-undang dan dasar hukum untuk menjerat para predator dan monster kejahatan dan pelanggaran hak anak di Indonesia sudah tersedia bahkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang hukuman tambahan berupa. kebiri (kastrasi) bagi predator kejahatan juga sudah tersedia, namun belum berdampak dan membuat efek jera. Ada banyak kasus kejahatan seksual terhadap anak yang diadili di pengadilan, diputus bebas karena hanya tidak cukup bukti. Sementata kasus-kasus kejahayan seksual umumnya tersembunyi dan sulit mendapatkan saksi yang melihat.

Masih banyak juga aparatus penegak hukum diberbagai daerah belum sensitif terhadap anak, sehingga pendekatan dan penyelesaian anak yang berhadapan dengan menggunakan pendekatan kaca mata kuda yakni dilakukan dengan pendekatan hukum ansi. Ada banyak juga kasus diselesaiakan dengan pendekatan adat, damai dan kekeluargaan.

Gerakan Orang Tua dan Keluarga :

Bagi orang tua dan keluarga di Indonesia untuk membangun Gerakan Perlindungan anak berbasis keluarga dan Kampung, sudah saatnya orang tua menjadi teladan bagi anak-anaknya dan rumah yang terus beribadah, bersahabat dan Ramah bagi anak serta orang tua wajib menjadi imam bagi keluarganya sehingga ketahanan keluarga semakin kuat kemudian anggota masyarakat juga dituntut untuk menciptakan lingkungan sosialnya yang layak dan ramah dan sensitif terhadap anak.

Gerakan ini harus didukung oleh semua pihak sehingga Gerakan Nasional Memutus Mata Rantai Kekerasan Terhadap Anak bisa berjalan dengan baik, efektif, konprehensif, terukur dan berkesinambungan. Menjaga dan melindungi anak harus dilakukan oleh masyarakat sekampung, se-dusun dan se -RT.

Oleh sebab itu Gerakan Nasional Perlindungan Anak berbasis keluarga dan kampung ini dapat berjalan dengan baik dan efektif jika didukung peran dan partisipasi anggota masyakat termasuk komunitas anak-anak di tiap-tiap tempat, demikian Pesan ini disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak kepada bapak Presiden Republik Indonesia di Jakarta, Minggu (23/05/2021).

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed