oleh

Mengenang 6 Tahun Tragedi Kematian Engeline

Ketua Umum Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia, Arist Merdeka Sirait (merangkul anak sekolah) bersama murid SD 12 Sanur.

Denpasar (BALI)-Berawal dari berita dan info di media sosial pada Tanggal 17 Mei 2015 yang diunggah oleh kakak angkatnya, setelah viral dari masyarakat, artis, pejabat, penggiat perlindungan anak ikut membantu pencarian Engeline dan dengan memasang foto-foto Engeline di medsos.

Tiga hari setelah menghilang, pihak keluarga melaporkan ke polsek Denpasar Timur pada Tanggal 18 Mei 2015, kemudian Polisi menindaklanjutinya dengan memeriksa beberapa saksi antara lain Margaret Ibu angkat Engeline dan Antonius alias Agus yang seorang pembantu sekaligus penjaga rumah.

Penyelidikan dan upaya pencarian terus dilanjutkan baik dari pihak kepolisian juga seluruh komponen masyarakat hingga akhirnya pada Tanggal 9 Juni 2015 Guru SD 12 Sanur tempat Engeline sekolah menggelar sembahyangan di Pura didepan rumah Engeline dengan magsud mohon petunjuk keberadaan Engeline.

Dan akhirnya pada Tanggal 10 Juni 2015 Engeline ditemukan sudah tidak bernyawa, Jasad Engeline ditemukan di pekarangan rumah Margaret ( Ibu Angkat Engeline), Engeline dikubur di kedalaman setengah meter ditindi dengan keranjang dan kotoran ayam dengan masih menggunakan pakaian dalam posisi tangan memeluk boneka, dan tubuhnya dililit sprai dan tali.

Putri malang ini meregang nyawa secara paksa setelah disiksa dan dianiaya, direndahkan harkat dan martabatnya sebagai manusia. Sesungguhnya Engeline bisa selamat dari kekejaman ibu angkatnya, jika masyarakat bahkan guru dari Engeline peduli dengan tanda-tanda yang diberikan Engeline.

Engeline seringkali sepulang sekolah sebelum tiba ke rumah menyantap biskuit yang menjadi sesaji pada pura tempat sembayangan umum masyarakat Hindu di depan tempat tinggalnya.

Situasi tragis lainnya, Engeline menjadi korban eksploitasi dimana sebelum Egeline berangkat sekolah, Engeline lebih dulu memberikan makan ternak ayam, mengurus kucing dan anjing kampung yang menjadi peliharaan ibu angkatnya, dampaknya seringkali Engeline tak sempat mandi sebelum berangkat sekolah.

Menurut keterangan guru Engeline seringkali Engeline dimandikan gurunya sebelum mengikuti belajar mengajar, terasa rambut Engeline mengeluarkan aroma tidak sedap sehingga sering teman sebangkunya mengucilkannya.

6 tahun tragedi kematian Engeline diselenggarakan Komisi Nasional Perlindungan Anak bersama Sahabat Anak Indonesia yang diselenggarakan Sabtu 12 Juni 2021 kemarin di Denpasar Bali telah menetapkan 3 butir rekomendasi yaitu meminta Presiden Republik Indonesia agar segera mengeluarkan surat keputusan presiden untuk menetapkan 10 Juni hari kematian Engeline sebagai hari anti kekerasan terhadap anak.

Tragedi kematian Engeline patut dijadikan sebagai icon Gerakan Nasional Pembebasan Anak dari segala bentuk kekerasan di Indonesia dan menyerukan kepada masyarakat untuk membebaskan anak dari segala bentuk kekerasan, eksploitasi, dan penelantaran, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan anak dalam orasinya memperingati 6 tahun tragedi kematian Engeline di Denpasar Bali, Sabtu 12 Juni 2021 kemarin.

Peringatan tragedi kematian Engeline diawali dengan tabur bunga yang dilakukan Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak bersama Polda Bali, jajaran Polsek Sanur dan pemangku kepentingan pemerintahan desa di Jalan Sedap Malam Denpasar Bali, juga dihadiri oleh lurah dan pecalang yang dilakukan di tempat dimana ditemukan jasad Engeline kemudian dilanjutkan dengan pembakaran seribu lilin di Sanur Jambu Denpasar oleh puluhan anak SD Negeri 12 di mana Engeline pernah bersekolah di tempat itu serta guru-guru Engeline dan anggota masyarakat media massa dan para pegiat lingkungan anak atau lingkungan anak untuk mengenang derita dan Tangis Engeline.

Dalam kesempatan itu 2 anak siswa SD Negeri 12 Sanur di mana Engeline pernah bersekolah disana membacakan deklarasi pembebasan anak dari kekerasan.

Bebaskan anak dari segala bentuk curahan hati dan kekerasan.

Dalam deklarasi itu disebutkan ada banyak di Indonesia kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan tercabutnya hak hidup anak.

Ada banyak pula anak di lingkungan sosial karena menderita akibat salah satu disiksa dan dianiaya, ditelantarkan, dan bahkan dijadikan budak seks, dipekerjakan sebagai anak jalanan dieksploitasi sebagai pengemis dan peminta-minta, diculik dan diperdagangkan untuk tujuan eksplorasi secara komersial, dan ada banyak juga anak SD eksploitasi secara politik dan ditanamkan paham-paham radikalisme dan ujaran kebencian bahkan persekusi.

Demikian juga banyak anak diperdagangkan dan diculik, dianiaya dan disiksa dirampas kemerdekaan hidupnya, dimutilasi, dan ada banyak anak menjadi korban narkoba, pornografi, demikian juga ada banyak anak ditemukan terpaksa bekerja untuk menghidupi keluarga dalam situasi buruk.

Tragedi kematian Engeline 6 tahun lalu inilah yang mendasari dan menginspirasi anak Indonesia agar anak Indonesia terbebas dari segala bentuk kekerasan eksploitasi diskriminasi dan penelantaran.

Tragedi kematian Engeline 6 tahun lalu tidak boleh terulang lagi bolehkan oleh sebab itu sahabat anak Indonesia bersama Komnas Perlindungan Anak menyatakan bebaskan anak dari segala bentuk kekerasan dan jadikan tragedi kematian Engeline sebagai Gerakan Nasional Pembebasan Anak dari segala bentuk kekerasan di Indonesia serta demi kepentingan terbaik anak meminta dan mendesak pemerintah dan negara untuk menetapkan kematian Engeline sebagai iPhone Gerakan Anti Kekerasan Terhadap anak di Indonesia. (Art)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed