oleh

Catatan Khusus Hari Anak Nasional 23 Juli 2021 “Buka Mata dan Telinga Kita untuk Anak Indonesia”

Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Indonesia.

Jakarta-Jauh sebelum Pandemi Covid-19 melanda dunia dan Indonesia pelanggaran hak anak dari berbagai bentuk terus meningkat, ketika Indonesia diserang Virus Corona diawal tahun 2020 kasus-kasus pelanggaran hak anak juga terus merajalela dan tak terkendali.

Fakta menunjukkan ada banyak peristiwa pelanggaran hak anak yang tidak bisa diterima akal sehat manusia.

Ada banyak anak dilingkungan terdekat anak di Indonesia menjadi korban kekerasan seksual terhadap anak.

KOMNAS Perlindungan Anak banyak menerima laporan pelanggaran hak anak yang banyak menyita tenaga.

Sepajang tahun tahun 2019/2020 dan diawal sampai pertengahan tahun 2021, 52 persen pelanggaran hak anak didominasi serangan kejahatan seksual baik dilakukan secara individual maupun berkelompok seperti apa yang kita kenal dengan serangan persetubuan bergerombol atau bersama (gengRAPE) yang dilakukan lebih dari seorang.

Ironi memang, pelakunya justru orang terdekat seperti orangtua kandung maupun tiri, kakak, paman kandung, guru, serta teman sebaya anak. Tidak jarang justru keluarga justru ikut membantu dan memfasilitasi terjadinya kekerasan seksual itu.

Data ini menunjukkan betapa menderitanya anak-anak kita dengan posisi tidak mendapat pertolongan dari kita.

Ada banyak kasus juga yang bisa kita saksikan dan temukan ditengah-tengah masyarakat kita. ada banyak kasus anak terpaksa menjadi korban eksploitasi ekonomi. Bahkan akhir-akhir ada banyak anak usia remaja di eksploitasi secara politik untuk kepentingan politik kelompok tertentu.

Anak-anak kita itu dibiarkan dan diajarkan paham-paham radikalisme, ujaran-ujaran kebencian dan intoleransi serta diajarkan untuk membenci sesamanya dan menolak aturan dan kebijakan negara dengan berbabagai cara. Apa yang akan terjadi, bagaimana masa depan bangsa jika diisi oleh anak-anak yang intoleransi.

Ada banyak pula anak di berbagai tempat di Indonesia menjadi korban perbudakan seksual, anak menjadi korban eksploitasi seksual komersial, anak diperdagangkan diculik dan dijual untuk tujuan adopsi ilegal baik di dalam negeri maupun diluar negeri.

Ada banyak juga kejadian dimana anak menjadi pelampiasan amarah orangtua, dianianiaya di siksa bahkan dihilangkan hak hidupnya dengan cara tak wajar.

Dua minggu lalu misalnya, di Kabupaten Kampar Riau telah terjadi peristiwa penganiayaan dan pembunuhan terhadap seorang putri usia 7 tahun, dipaksa meregang nyawa dengan serangan kekerasan dengan cara diikat lalu dimutilasi kemudian dikuburkan dalam kondisi bernyawa hanya perselihan antara orangtua dan tante korban.

Kasus mutilasi yang sangat sadis ini mengingatkan kita khususnya masyarakat Kabupaten Kanpar dimana ada 8 orang anak kaki-laki usia dibawah 8 tahun 4 tahun lalu dimutilasi, dikuliti dan dipotong penisnya untuk diambil minyaknya, lalu tubuhnya dikuliti kemudian dagingnya dijual kewarung-warung makan di sekitar tempat kejadian perkara.

Ada juga kasus anak perempuan inial EP (12) juga di Kabupaten Kampar di Jasatnya ditemukan dalam kondisi tengkorak kepala, kaki dan terpisah dari tubuhnya, namun hingga kasus ini hampir 4 tahun belum juga mampu diungkap oleh Polda Riau. Entah apa kendalanya, seentara kasus-kasus dapat diungkap dengan cepat

Peristiwa lainnya ada banyak anak dimanfaatkan untuk menjadi kurir narkoba maupun korban pornografi oleh orangtuanya maupun agen-agen perbudakan seksual dan eksploitasi seksual komersial serta agen-agen Narkoba.

Fakta-fakta ini sedang dihadapi anak-anak kita. Anak-anak dalam kondisi tak mampu membela dirinya. Sementara orang terdekat yang seyogianya menjadi garda terdepan justru menjadi pelakunya.

Teruskah peristiwa dan derita anak kita ini kita biarkan. Dimanakah kita letakkan mata, telinga dan hati untuk kondisi Riel anak kita.

Ada banyak anak kita juga diberbagai daerah seperti di Lombok, Lampung, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan, NTT di Jawa Barat serta di Jawa Tengah dan di Jawa Timur menjadi korban kawin paksa dan konttak pada usia anak.

Menurut data Ikatan Dokter Anak (IDAI) ada jutaan anak usia dibawah 18 tahun diserang virus Covid 19 varian baru Delta mengakibatkan anak kehilangan pengasuhannya. Ada banyak anak terpaksa isolasi dirumahnya dengan kesediaan makanan tertentu. Sementara Tenga medis untuk merawat mereka sangat terbatas demikian juga terbatasnya fasilitas oksigen, sementara untuk kebutuhan dasar anak seperti obat-obatan dan makanan spesifik anak balita usia 0-5 tahun sangat terbatas. Masih banyak kasus-kasus dan derita anak lainnya yang dapat dituliskan dan diceritakan dalam laman ini.

Sementara penegakan hukum juga masih sangat lemah. Unit PPA tak mampu berbuat banyak untuk kerja penegakan hukum karena fakta dana operasionalnya sangat terbatas sekali. jaksa Penuntut Umum juga belum sepahaman dalam menangangi perkara-anak. Ada banyak kasus kasus anak yang ditolak oleh Jaksa.

Sementara penerapan UU perlindungan anak yang sudah tersedia belum diterapkan aparat penegak hukum. Misal UU RI No. 17 Tahun 2016 yang mengatur bahwa ketentuan UU ini menerapkan bahwa kejahatan seksual merupakan tindak pidana kejahatan luar biasa yang dapat diancam pidana seumur hidup bahkan hukuman mati.

Demikian juga dengan Peraturan Pemerintah No. 70 Tahu. 2020 tentang tatalaksana Kebiri bagi predator kekerasan seksual. namun sangat disayangkan produk-produk hukum ini belum diterapkan secara konsisten dan tegas. termasuk Undang-undang perkawinan yang telah di amandemen Mahkamah konstitusi juga belum diterapkan secara tegas demikian UU Tentang Sistim Peradilan Tindak Pidana Anak dan undang-undang TPPO.

Namun demikian, untuk mencari solusi terhadap fakta dan derita anak ini dalam rangkah memperingati Hari Anak Nasional (HAN) 23 JULI 2021, Komnas Perlindungan Anak Senin 19 Juli 2021 mempunyai kesempatan berdialog dengan Presiden Republik Indonesia Ir. Joko Widodo yang diwakili oleh Menteri PPPA RI.

Dalam dialog virtual itu, ibu Menteri PPPA didampingi Deputy Perlindungan dan Kesejahteraan Anak (PKA) Nahar, Sekmen PPPA Priambudi Sitepu, Staff Ahli Titi R, Dan staf khusus Menteri PPPA bidang perberdayaan keluarga Ulfa. Sementara Komnas Perlindungan Anak dihadiri Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Rostin Illyas Dewan Pengawas dan Lia Latifah selaku Plt Sekretaris Jenderal.

Dari hasil dialog virtual satu setengah jam itu didapat rekomendasi tentang penguatan kelembagaan perlindungan anak diberbagai daerah termasuk penjajakan penyediaan kerjasama Dana Operasional bagi Lembaga Perlindungan Anak (LPA) diberbagai daerah yang berafial dengan Komnas Perlindungan anak melalui Dana Hibah dan DAK maupun dana Desa untuk dipakai mengeksekusi program-program prioritas yang menjadi konsentrasi pemerintah khususnya Kementerian PPPA maupun Kemensos termasuk untuk mengeksekusi masalah-masalah yang diuraikan diatas
untuk disampaikan kepada Presiden RI, demikian catatan khusus Hari Anak Nasional 23 Juli 2021 disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak di Jakarta 23 Juli 2021.

Program prioitas itu diantaranya program pencegahan, deteksi dini dan penangangan dan pendampingan kasus diberbagai daerah demikian juga dengan untuk mengeksekusi program memutus mata rantai kekerasan terhadap anak dan perkawinan usia anak berbasis keluarga dan kominitas, serta program membangun dan mendorong Forum Anak di berbagai daerah untuk menjadi pelopor dan pelapor pelanggaran hak anak.

Demikian juga untuk dipakai mengeksekusi program prioritas penanganan anak yang berhadapan dengan hukum yang melekat dalam program strategis Kemensos, demikian diambahkan Arist dalam catatan HAN 2021 Komnas Perlindungan Anak.

Selamat Hari Anak Nasional 2021 “Anak Terlindungi, Indonesia Maju”. (Art)