HM Ayah Kandung Korban
Terancam 20 tahun penjara, kebiri dan pemasangan chip
Jakarta-Persetubuhan sedarah yang dilakukan HM (49) warga desa Narumonda II Porsea, Kabupaten Toba terhadap putri kandungnya selama 4 tahun mendapat perhatian serius Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.
Arist Merdeka Sirait Putra Porsea ini, menegaskan dalam siaran persnya di Jakarta Rabu 15/09/2021 kepada sejumlah awak media tidak ada toleransi dan kata damai terhadap segala bentuk kasus serangan persetubuhan apalagi dilakukan oleh orangtua kandungnya dan keluarga dekat korban.
Oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak sudah bersepakat dan berkomitmen dengan Kapolres Toba dan jajaran penyidiknya, tidak ada kata damai terhadap segala bentuk kekerasan terhadap apalagi kejahatan seksual.
Komimen dan kepedulian itu itu telah nampak setiap kali ada peristiwa pengabaian hak anak, demikian komitmen dari Satreskrimum Polres Toba setiap kali terjadi kejahatan dan pelanggaran hak anak di wilayah hukum Toba.
Dengan terungkapnya tabir serangan persetubuhan yang dilakukan HM (49) terhadap putri kandungnya selama 4 tahun, mengingatkan kembali pada peristiwa persetubuhan ayah kandung yang pernah terjadi terhadap 2 putri kandung di desa Sianipar Balige. Dari persetubuhan sedarah dengan berulang ini berdampak korban menjadi ketergantungan seksual terhadap bapaknya.
Demikian juga kasus serupa yang dilakukan ayah bersama paman kandung terhadap korban berusia 12 tahun di Desa Silaen dimana korban hingga hamil dan melahirkan.
Demikian juga peristiwa serupa yang sungguh menjijikkan terjadi di desa si Onggang, Lumbanjulu Porsea, ayah menghamili dua putri kandungnya.
Peristiwa serupa juga terjadi di Narumonda, Laguboti dan di Desa Sosor Ladang Porsea.
Berbagai peristiwa ini menunjukkan bahwa Toba masuk dalam kategori Zona Merah Darurat Persetubuan Sedarah (inses). Kondisi ini tidak bisa dibiarkan.
Jika terus dan terus dibiarkan, tidaklah berlebihan Toba akan kehilangan generasi dan masa depan anak.
Sebagai daerah religius dan berbudaya, sudah saatnya pemangku kepentingan perlindungan seperti, tokoh agama, alim ulama, penegak hukum, tokoh dan pemangku adat, gereja, media dan para aktivis perlindungan saling bahu membahu dan berkomitmen untuk bergerak memutus mata rantai kekerasan terhadap anak.
Pemerintah Gereja, pemangku adat, dan pemangku perlindungan Anak di Toba sudah tiba saatnya menyelamatkan anak.
Gereja sudah saatnya menyuarakan suara kenabiannya untuk bergerak menyelamatkan dan membebaskan anak dari segala bentuk eksplotasi dan kekerasan,” imbau Arist dalam keterangan persnya.
Lebih lanjut Arist mengatakan, beruntunnya serangan seksual sedarah menunjukkan gagalnya pemerintah daerah untuk membebaskan dan memberikan perlindungan bagi anak di Toba.
Atas peristiwa berulang dan memalukan ini, Komnas Perlindungan Anak mendesak Polres Toba untuk menjerat pelaku dengan ketentuan UU RI Nomor 17 , Tahun 2016 tentang Penerapan Perpu No. 01 tahun 2016 tentang perubahan kedua UU RI atas Nomor. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak dengan ancaman pidana pokok 20 tahun penjara maksimal dan dapat juga ditambahkan dengan tambahan hukuman berupa kebiri dan pemasangan chips kepada terpidana
Untuk memastikan perlindungan hukum bagi anak, Komnas Perlindungan Anak akan segera melakukan kordinasi dengan Bupati Toba dan jajaran penegak hukum untuk membangun gerakan perlindungan Anak berbasis keluarga dan komunitas.
Untuk peristiwa terungkapnya tabir serangan persetubuhan sedarah yang terjadi di desa Narumonda, Kecamatan Siantar Narumonda yang dilakukan HM ayah kandung korban ini, Komnas Perlindungan Anak mengapresiasi Polres Toba atas dedikasi dan kerja cepatnya menangkap dan menahan pelaku,” tambah Arist. (Art)