Jakarta-Setelah berkas perkara kasus kejahatan seksual yang dilakukan JE (45) pengelolah sekaligus pemilik sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) terhadap siswanya di Batu Malang, Jawa Timur diserahkan penyidik Subdit Renakta Polda Jawa Timur untuk diteliti Kejaksaan Tinggu (Kejati) Jawa Timur semakin tidak jelas dan kabur, simpang siur bahkan diduga “masuk angin’. Demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dalam keterangan persnya yang dibagikan kepada sejumlah awak media, Sabtu (30/10/21) di kantornya di Jakarta Timur.
Mengapa demikian, tambah Arist Merdeka Sirait dalam keterangan persnya, setelah 16 Setember 2021 Polda Jawa Timur menyerahkan berkas perkara JE kepada Kejati Jawa Timur seyogianya dalam ketentuan hukum acara pidana dan UU RI No. 11 Tahun 2012 tentang Sistim Peradilan Pidana Anak (SPPA) kasusnya JE sudah mendapat status hukum lengkap (P21) untuk segera dibentuk Tim JPU-nya dan diserahkan kepada Kejaksaan Negeri.
Namun apa terjadi, setelah batas waktu yang ditentukan kasus semakin JE semakin kabur, tidak jelas, simpang siur bahkan diduga “masuk angin”.
Menurut kabar yang diperoleh Komnas Perlindungan Anah, bahwa kasus JE dikembalikan Kejati Jawa Timur kepada Polda Jawa Timur dalam posisi teliti P18 untuk dilengkapi penyidik Polda Jawa Timur.
Namun sayang sekali sampai sekarang Penyidik Subdit Renakta Polda Jawa Timur tidak memberitahukan dan menginformasikan sama sekali kepada Pelapor dan dengan Komnas Perlindungan Anak dan Tim Advokasi dan Litigasi Kasus SPI. Padahal kasus JE ini membutuhkan percepatan penetapan status hukum teliti Kejati sehingga tabir kejahatan seksual yang dilakukan terduga JE terang benderang.
Menurut Komnas Perlindungan Anak, kasus JE untuk mendapat kepastian hukum adalah sungguh terlalu lama dan tidak jelas.
Patutlah jika masyarakat mempertanyakan dan menilai kinerja Polda dan Kejati Jawa Timur atas kasus JE. Padahal Penyidik Renakta mempunyai pengalaman hukum yang sama terhadap kasus seorang pelayan disalah satu gereja di Surabaya yang kasusnya naik ke pengadilan dan mendapat ganjaran hukum 12 pidana kurungan penjara.
Arist Merdeka menambahkan lima bulan parkir di Polda dan satu bulan di Kejati Jawa Timur.
“Ini adalah penantian yang begitu lama bagi korban dan Tim Advokasi dan litigasi kasus SPI’.
Oleh sebab itu, Komnas Perlindungan Anak dan Tim Advokasi dan Litigasi kasus SPI mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk segera menetapkan status hukum JE dan menyerahkan berkasnya kepada Jaksa Penuntut Hukum.
Dengan tidak mempunyai kepastian hukum bagi korban pelapor demikan menambah panjang penantian kasus JE untuk disidangkan.
Demi kepentingan hukum bagi korban, Komnas Perlindungan Anak dan Tim Advokasi dan Litigasi Kasus SPI segera menemui Penyidik Renakta Polda Jawa Timur untuk membantu melengkapi berkas perkara jika betul-betul kasus teliti dalam posisi P18m’ Namun demikian jika kasus JE sudah dalam posisi P21, Komnas Perlindungan Anak mendesak Kejaksaan Tinggi Jawa Timur untuk segera membentuk Tim JPU dan menyerahkan berkasnya kepada Kejari di Malang.
“Dalam Minggu ini Komnas Perlindungan Anak akan hadir di Polda dan Kejati Jawa Timur untuk meminta penjelasan atas status perkara JE”, tambah Arist. (Art)