Jakarta-Setelah publik Indonesia dikejutkan dengan peristiwa tertangkap tangannya (OTT) seorang hakim dan seorang panitera bersama seorang pengacara atas kasus penyuapan, pengajuan praperadilan ulang terhadap Kapolda Jawa Timur juga mendapat perhatian publik khususnya masyarakat Jawa Timur.
Penetapan tersangka sebagai pelaku kejahatan seksual yang dilakukan Julianto Ekaputra pemilik sekaligus pengelolah Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu Malang Jawa Timur memasuki babak baru dalam menguji indepedensi PN Surabaya dalam menangani perkara hukum.
Julianto alias Ko Jul yang sudah sekian lama ditanggukan penahannannya oleh Polda Jatim, kini mempraperadilkan Kapolda Jatim untuk yang kedua kalinya di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya setelah praperadilan yang berlangsung minggu lalu diputuskan oleh hakim tunggal Martin Ginting hakim di PN Surabaya tidak bisa diterima atau ditolak dengan N.O Selasa 25 Januari 2022 Julianto melalui penasehat hukumnya mengajukan kembali praperadilan untuk yang kedua kalinya dengan alasan putusan praperadilan yang pertama kurang bukti dan kurang pihak yakni tidak melibatkan Kejati Timur sebagai penuntut umum.
Atas dasar itulah Julianto mengajukan praperadilan yang kedua kalinya padahal menurut keterangan saksi ahli pidana dari kedua belah pihak termohom dan pemohon maupun ketentuan KUHAP maupun ketentuan hukum lainnya bahwa keputusan praperadilan tidak dapat dibanding atau ditinjau kembali dalam objek dan perkara yang sama.
Disinilah diuji indepensi lembaga peradilan ini dalam menangani praperadilan ulang atas perkara kajahatan seksual yang merupakan kejahatan luar biasa dan leg specialist.
Tidaklah berlebihan jika Kommas Perlindungan Anak meminta PN Surabaya menolak dan tidak menerima gugatan Praperadilan Julianto Ekaputra tersangka pelaku kejahatan seksual terhadap Kapolda Jawa Timur. (Art)