oleh

Anak Siantar Simalungun Dikepung Predator Seks

Arist Merdeka Sirait Ketua Komnas Perlindungan Anak.

Jakarta-Sejak awal 2021 sampai akhir Maret 2022 angka pelanggaran hak anak di wilayah hukum Siantar Simalungun terus meningkat dan masih didominasi oleh kekerasan seksual.

Anak-anak dari usia balita hingga usia 13, 14 dan anak remaja dibawah usia 18 tahun telah menjadi korban serangan persetubuhan, dalam bentuk sodomi, pencabulan dan perbudakan seksual komersial.

Fakta dilaporkan dan terkonfirmasi ada banyak anak korban seksual dan berbagai jenis dan bentuk kejahatan seksual justru dilakukan oleh orang terdekat yang seyogianya menjadi benteng dan garda terdepan untuk melindungi anaknya.

Namun fakta justru orangtua kandung sendirilah yang menjadi monster bagi anak-anaknya.

Anak-anak tak berdaya atas kekuasaan dan kekuatan orangtua atau orang terdekat disekitarnya.

Anggota masyarakat tak mampu memberikan pertolongan dan perlindungan.

Setiap kali anak dibiarkan menjadi korban bahkan anggota masyarakat disekitar lingkungan sosial anak cuek dan tak peduli.

Tengok saja kasus kejahatan seksual yang menimpa seorang anak di salah satu desa di Timbaan, Kabupaten Simalungun bawah.

Seorang putri usia 13 itu menjadi korban kejahatan seksual oleh DS (35) tetangga korban. Pelaku memaksa korban dengan bujuk rayu. Tipu muslihat dan intimidasi.

Beruntunglah Polres Simalungun cepat tanggap dan respon yang diwakili Kasatreskrim Polres Simalungun AKP Arief Wibowo terhadap kasus ini dan mendapat atensi.

Pelaku pasti segera ditangkap dan ditahan untuk dimintai pertanggungjawaban hukumnya itu adalah komitmen Satreskrim atas kasus-kasus pelanggaran hak anak di wilayah hukumnya.

“Tidak ada kompromi dan kata damai untuk segala bentuk kejahatan terhadap anak, dan pelanggaran hak dalam bentuk lain sebab anak adalah sosok yang tak mampu membela dirinya dan anak adalah masa depan dan kelanjutan keluarga dan negara”, kata AKP Arief Wibowo saat berbincang dengan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan anak dan sejumlah aktivis peduli anak selepas memberi penghargaan kepada Polres Simalungun di Parapat, Danau Toba beberapa bulan lalu.

Selain itu, ada banyak juga anak di kota Siantar mengalami rudak paksa oleh orang terdekatnya dan orang-orang di lingkungan sosial anak.

Ada banyak laporan justru pelakunya adalah orangtua kandungnya sendiri. Paman, abang kandung dan kakak sepupu korban.

Peristiwa yang menjijikkan ini pernah terjadi di Pematang Bandar, dan di Siantar Sawah dan di pasar Parluasan.

Anak dipaksa oral dan diserang martabat kemanusiaannya serangan seksual itu ada juga yang dilakukan secara bergerombol (gengRAPE) dan perorangan. Usia pelaku mulai dari kategori anak sampai lansia dan pelakunya tembus batas pekerjaan dan latar belakang berbeda, ada yang berstatus guru, ASN Polisi dan tokoh masyarakat,” ucap Arist.

Artinya tidak ada lagi tempat anak untuk berlindung, itu artinya anak di Siantar Simalungun telah dikepung predator seksual baik predator seksual yang ada dilingkungan rumah dan lingkungan sosial anak.

Dengan meningkatnya angka kekerasan terhadap anak, tak berlebihan jika Siantar dan Simalungun telah dikepung oleh predator dan telah menjadi Zona Merah pelanggaran hak anak.

Atas kondisi ini, kedua pimpinan eksekutif di Siantar Simalungun baik Wali Kota padahal ada instruksi Presiden No. 24 Tahun 2014 tentang AKSI Nasional Anti Kekerasan Terhadap Anak (GN-AKSA) yang mewajibkan setiap Kepala Pemerintahan memberikan perlindungan dan mewajibkan memfasilitasi penyediaan rumah aman bagi korban di masing-masing wilayah kekuasaan.

Dengan pembiaran ini tidaklah berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak menilai telah terjadi pembangkangan Instruksi Presiden dan hukum,” tegas Arist dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat (1/4/2022).

Putra Siantar ini juga menyampaikan, dalam kondisi inilah, dan dalam melindungi dan membentengi kepungan anak dari predator seksual sangat diperlukan komitmen dan kehadiran pemerintah untuk membangun gerakan perlindungan anak berbasis komunitas.

Demikian juga dalam aksi penegakan hukum anak dalam situasi berkonflik dengan hukum dan anak sebagai korban, Komnas Perlindungan anak memberikan apresiasi untuk Satreskrim Polres Simalungun dan Siantar.

Jika dirasa lamban penanganannya itu hanya karena waktu dan strategi penyidikan dan penanganan kasus,” tegasnya. (Art)