Jakarta-Semakin muda usia pasangan menikah, semakin besar pula kemungkinan terjadinya perceraian. Data menunjukkan dan terkonfirmasi sampai akhir 2020 dilaporkan ditemukan 16.000 anak menikah pada usia 18 tahun.
Jumlah ini terus meningkat dengan data yang diperoleh Komnas Perlindungan Anak dimana di beberapa tempat ditemukan ratusan anak usia 18 tahun meminta dispensasi menikah dari pengadilan baik yang diajukan orangtua, anak dan pemegang otoritas desa atau kampung.
Lembaga-lembaga perkawinan agama dan non agama tak mampu membendung permintaan anak dan keluarga untuk dinikahkan pada usia dini.
Ada banyak alasan yang dikemukan untuk mendapatkan pembenaran pernikahan usia anak itu seperti “dari pada berzinah, lebih baik menikah”, Ada juga dengan alasan demi dan atas budaya dan agama.
Di Blitar Jawa Timur misal, data yang dikumpulkan Komnas Perlindungan Anak dilaporkan ada sekitar lebih kurang 300 anak pada masa Pandemi Covid 19 anak dibawah usia 18 mengajukan dispensasi ke Pengadilan Agama dan atau Pengadilan Negeri setempat.
Demikian juga terjadi di Nusa Tenggara Barat ((NTB), Jawa Barat, Lampung, Sulawesi Barat, Kalimantan Selatan maupun Sulawesi Selatan dan dibeberapa daerah, Indramayu, Bandung Selatan, Sukabumi dan Karang Asem Bali ada banyak anak dan kuarga mengajukan permohonan dispensasi dari Pengadilan setelah mendapat rekomendasi dari kepala Dusun, desa, kampung dan Lembaga perkawiman,” terang Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak kepada awak media ini, Rabu (12/5/2021).
Dari hasil observasi dan intervensi Komnas Perlindungan Anak terhadap maraknya perkawinan usia anak ditemukan profil individu perkawinan usia Anak di beberapa daerah, tingkat sosial ekonomi remaja perempuan dengan latar belakang sosial dengan orangtua ditemukan berpendidikan rendah dan berstatus pekerjaan rendah pula serta intelensia yang juga sangat rendah. Inilah yang menjadi salah satu penyebab.
Disamping itu, ditemukan juga fakta bahwa alasan dan persepsi menikah pada usia anak ditemukan mis-konsepsi tentang pernikahan, stimulasi seksual yakni kehamilan tanpa rencana, pacaran usia muda, tekanan sosial budaya atas nama adat dan agama, pelarian untuk mengatasi masalah pribadi, ekonomi, uang dan kemakmuran,” ujar Arist.
Masalah-masalah lain yang ditimbulkan dari perkawinan usia anak itu, banyak data melaporkan tidak sampai 2 tahun usia perkawinan telah terjadi perceraian dan Kekerasan Dalam Rumah Tanggah ( KDRT) yang betdampak anaklah yang menjadi korban, juga mengalami kerusakan pada organ reproduksi seperi kanker sepik, kesulitan menangani konflik dalam keluarga dan mengatur dan keberlangsungan rumah tangga selama pernikahan. Karena fakta menunjukman anak melahirkan anak.
Dalam situasi yang tidak menguntungkan ini apa solusi yang harus dilakukan. Bersesuaian dengan UU RI Nomor : 16 Tahun 2019 tentang perubahan atas UU RI Nomor : 01 Tahun 1974 tentang Perkawinan, menikahlah berdasarkan hukum. Dan agama pada usia mimal 19 tahun untuk laki-laki dan perempuan, namun lebih safety lagi menikahlah pada usia ideal 25 tahun untuk pasangan laki-laki dan perempuan, karena pada usia ideal itu muncul kematangan emosional, seksual dan organ reproduksi dan kematangan mengurus konflik dalam keluarga,” ungkapnya.
Selain itu, pasangan dapat meningkat kualitas kehidupan keluarga dan aspirasi pendidikan dalam keluarga. Sebab, Kepentingan masa depan anak kitalah yang lebih utama daripada kebiasaan-kebiasaan kita yang justru dapat mencelakan masa depan anak kita. Hentikan Perkawinan Usia Anak apapun alasannya. Salam Anak Indonesia, Selamat Indul Fitri. Anak Terlindungi, Indonesia Maju,” tutupnya. (Art)
Editor: 7ringgo
Komentar