Jakarta-Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait Protes keras atas ungkapan yang menyatakan bahwa sertifikasi Bisphenol A (BPA) terhadap kemasan plastik yang mengandung BPA akan menganggu industri AMDK secara keseluruhan.
Arist menangkap pernyataan itu jelas tidak mementingkan kesehatan masyarakat. Terutama bagi bayi, balita dan janin pada ibu hamil. Bayi, balita, janin dan anak-anak merupakan kelompok usia rentan. Mereka belum memiliki sistem detok yang bagus di dalam tubuh.
Yang lebih menyakitkan, pernyataan itu diungkapkan oleh pejabat Kemenperin dan bertepatan dengan 32 tahun konvensi PBB hak anak. Di mana ada 10 hak anak. Salah satunya hak untuk hidup sehat.
“Setiap 20 November kita peringati hari konvensi hak anak dunia. Pada saat itu di tahun 1989, PBB mengamanatkan konvensi hak anak. Bahwa anak – anak itu memiliki 10 hak dasar yang harus diperhatikan. Pada poin nomer 3 hak untuk memperoleh perlindungan. Poin nomer 4 hak memperolah makanan (makanan sehat tentunya) dan hak atas kesehatan tubuh yang sehat akan membuat anak berkembang optimal. Jika dicerna pernyataan Kemenperin itu melanggar 3 poin konvensi hak dasar anak. Anak harus mendapat makanan dan minuman yang sehat. Dengan adanya pelabelan pada galon guna ulang dan kemasan plastik lainnya dengan kode No.7 yang mengandung BPA, setidaknya telah melaksanakan tiga fungsi, perlindungan, memberi makan dan minuman yang sehat dan hak anak untuk hidup sehat,” papar Arist Merdeka Sirait kepada awak media ini, Rabu (24/11/2021).
Jelas melanggar hak anak akan hidup sehat dan perlindungan kesehatan dari negara.
Sejak awal Komnas Perlindungan Anak mendorong kepada BPOM agar memberi label pada galon guna ulang dan kemasan plastik lainnya dengan kode plastik No. 7 yang mengandung BPA, bahwa produk tersebut tidak cocok untuk bayi, balita dan janin pada ibu hamil, dengan begitu industri tidak perlu ganti galon dan kemasan. Hanya mengingatkan kepada masyarakat agar bayi, balita dan janin tidak mengkonsumsinya. Sama halnya dengan produk lainnya, seperti peringatan pada kemasan pada susu kental manis dan rokok.
“Kalau ada label peringatannya, masyarakat tidak keliru lagi memilih produk yang sehat. Terutama agar menjaga anak-anak, bayi, balita dan janin, jangan ditulis kecil-kecil. Karena untuk konsumsi bayi, balita dan ibu hamil tidak boleh ada batas ambang BPA pada kemasan plastik No.7 yang mengandung BPA, Harus zero BPA,” ungkap Arist.
Dalam perjalanannya setelah komisi IX melalui Arzeti Bilbina menginisiasi agar BPOM memberi label peringatan konsumen pada seluruh kemasan plastik dengan kode No.7 yang mengandung BPA. Artinya tidak boleh lagi ada kemasan yang mengandung BPA yang kontak langsung dengan makanan dan minuman yang akan dikonsumsi oleh bayi, balita dan ibu hamil.
Langkah ini jelas lebih maju. Seperti di negara negara lain yang mengatur ketat penggunaan kemasan plastik No.7 yang mengandung BPA, agar kemasan ini tidak dipergunakan pada makanan dan minuman yang akan dikonsumsi oleh bayi, balita dan ibu hamil.
Tapi bagi Komnas PA yang terpenting selamatkan lebih dulu masa depan anak-anak. Dengan menjaga kesehatan bagi bayi, balita dan janin.
Arist juga mengingatkan tentang adanya SNI dan BPOM. SNI merupakan standar teknis yang disusun oleh perwakilan produsen, konsumen, regulator, akademisi, praktisi, asosiasi dan lain – lain.
Prinsip penerapan SNI sendiri sesungguhnya tetap untuk tujuan tertentu seperti, perlindungan konsumen, tenaga kerja yang membuat produk, dan masyarakat dari aspek keselamatan, keamanan dan kesehatan.
“Jadi jelas jika mau membuka buka catatan, hal yang paling utama adalah kesehatan. Apalagi bagi anak anak yang belum mempunyai sistem imun secara sempurna. Anak -anak semestinya selalu mendapat prioritas dalam menentukan aturan,” ungkap Arist.
Adapun BPOM sebagai regulator harus bisa bersikap terbuka dan transparan. Tak boleh ada pihak yang mengintervensi atas keputusan BPOM. Seperti juga fungsi SNI untuk melindungi masyarakat dan kesehatan. Begitu juga BPOM yang mempunyai tugas juga menjaga kesehatan konsumen melalui pengawasan yang ketat terhadap makanan minuman sebelum dan pada saat beredar.
“Kita percaya BPOM bersikap independen, Ketika memutuskan untuk memberi label peringatan pada kemasan plastik dengan kode No.7 yang mengandung BPA, tentu sudah dipikirkan dengan matang, dengan mengikuti perkembangan kebijakan di negara negara yang telah mengatur dengan ketat kemasan yang mengandung BPA.” tandas Arist. (Art)