Golongan putih atau yang disingkat golput adalah istilah politik di Indonesia yang berawal dari gerakan protes dari para mahasiswa dan pemuda untuk memprotes pelaksanaan Pemilu 1971 yang merupakan Pemilu pertama pada era Orde Baru. Tokoh yang terkenal memimpin gerakan ini adalah Arief Budiman.
Dipakai istilah “putih” karena gerakan ini menganjurkan agar mencoblos bagian putih di kertas atau surat suara di luar gambar parpol peserta Pemilu bagi yang datang ke bilik suara.
Setiap diadakannya suatu pemilihan umum setiap 5 tahun sekali paritisipasi warga negara sangat dibutuhkan dalam event yang sangat penting di Indonesia, kenapa sangat penting? Karena dengan berpartisipasi dalam pemilihan umum ini sangat menentukan masa depan negara tercinta kita ini karena masa depan negara ada ditangan kita dan pilihan kita.
Pada sekitaran tahun 1955 orang-orang yang memilih untuk golput sekitar 13%, sedangkan untuk pemilu tahun 1971 jumlah yang tidak hadir ataupun yang tidak mau ikut dalam pemilihan itu hanya sebanyak 6,67%.
Tingginya angka golput pada tahun 1955 daripada tahun 1971 mungkin dikarenakan itu adalah pemilu pertama di Indonesia, makanya mungkin ada beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat memilih untuk golput.
Meskipun pada tahun 1971, orde baru melakukan kebijakan seperti pembangunan secara signifikan yaitu mendirikan Sekolah Dasar Inpres atau SD Inpres untuk membersntas buta huruf, namun hal ini tidak menjadikan jumlah masyarakat yang golput menjadi turun, justru jumlahnya semakin meningkat dari yang hanya 6,67% menjadi 8,39% dan pada pemilu tahun 1982 bertambah lagi menjadi 9,61%.
Angka masyarakat yang golput semakin lama semakin meningkat setelah terjadinha reformasi yang pada pemilu tahun 1999 hingga angka golput mencapai 10,04%. Dan tidak berhenti sampai disitu, angka golput terus meningkat pada setiap pemilu yang dilaksanakan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan menjngkatnya angka golput dari masa hingga ke masa yaitu:
Meningkatnya jumlah angka golput terkait dengan ketidakpuasan masyarakat terhadap partai politik pada saat itu, karna pada saat itu partai politik hanya dianggap sebagai orientasi kekuasaan dibandingkan dengan memperjuangkan kepentingan rakyat.
Golput sebenarnya bukan hanya karna perlawanan rakyat terhadap partai politik atau pemerintah, melainkan ini lebih banyak karena persoalan administrasi sepetri tidak terdaftar atau banyaknya jumlah suara yang tidak sah.
Golput yang dimaksud ini ada 2 yaitu, golput ideologis yakni pemilih yang sengaja tidak memilih karna alasan politis dan golput administrasi yaitu lebih karena tidak terdaftar sebagai pemilih, suara tidak sah, ataupun berhalangan hadir dikarenakan kesibukan kerja ataupun sakit.
Nahh masa orde baru, barulah muncul kelompok golput yang lebih menekankan ke arah gerakan protes terhadap sistem dan kebijakan politik dari rezim yang ada. Sekiranya terdapat tiga kebijakan yang dibuat dan dianggap oleh pendukung golput bahwa hal ini menjadi suatu penghambat demokratisasi politik.
Salah satunya yaitu dengan membatasi kepengurusan partai politik di tingkat kabupaten.
Sementara itu pada era reformasi pemilu 1999-2004 lonjakan angka golput naik pada era pemerintahan megawati.
Jika pada pemilu 1999 angka golput cenderung terbatas sebagaimana pemilu akhir masa Orde Baru (1977) yang hanya berkisar 10%, maka pemilu tahun 2004 angka golput naik hingga mencapai angka 23,24% atau naik hingga 300%. Setelah diamati lonjakan yang terjadi pada pemilu 2004 dikarenakan rasa ketidakpercayaan masyarakat terhadap sistem pemerintahan serta sistem pembanguna politik pada masa itu.
Ada juga factor lain seperti tidak berfungsinya lembaga-lembaga perwakilan rakyat seperti MPR, DPR, dan DPD.
Banyaknya juga kasus-kasus KKN, penyalahgunaan kekuasaan dan lain sebagainya yang membuat masyarakat tidak percaya lagi oleh pemerintah.
Anggota DPR pada masa itu juga dinilai tidak mampumemperjuangkan aspirasi masyarakat. Ketika pemerintah mengajukan kenaikan BBM,tarif listrik, dan tarif telepon pada masa pemerintahan Megawati, posisi DPRjustru mendukung posisi pemerintah bukannya menentang yang dikehendaki masyakarat.
Masyarakat menilai pada masa reformasi, baik pada pemerintahan Abdurrahman Wahid danPresiden Megawati, lembaga pengadilan dinilai masih diintervensi olehpemerintah. Kasus Tomy Soeharto, lepasnya Djoko Sugiarto, dan Hendrawan merupakan bukti pemerintah tidak sungguh-sungguh dalam melakukan penegakan hukum. Sehingga inilah salah satu penyebab dari melonjaknya angka golput pada tahun 2004.
Kemudian pada 2009 angka golput lebih banyak disebabkan oleh persoalan administrasi belaka, angkagolput mencapai 29,01% disebabkan lemahnyakinerja penyelenggara pemilu.
Sebab lainnya yaitu, mobilitas penduduk yang semakin tinggi dengan ketidaksadaran melaporkan peristiwa pindah, datang, serta perubahan alamat, dan tempat tinggal.
Namun, alasan yang mendasari masyarakat untuk melakukan tindakan golput mengalami banyak pergeseran.
Misalnya pada masa Orba golput lebih dikarenakan oleh persoalan politik, pada pemilu 2004 yaitu karena kekecewaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga politik yang ada, baik parlemen maupun partai politik, sementara pada tahun 2009 faktor yang paling dominan diakibatkan oleh lemahnya partisipasi masyarakat dalam pemberian suara adalah kinerja penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU, yang telah menyebabkan banyak masyarakat yang memiliki hak suara tidak terdaftar.
Oleh:
Azizah Chika Rizka Bahery
Nim: 20101084
Prodi : Administrasi Publik
Asal Kampus: STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang
Komentar