oleh

Peranan Pelabuhan Perikanan dalam Usaha Perikanan Tangkap di Kepulauan Riau

Pelabuhan perikanan adalah salah satu infrastruktur yang memegang peranan penting dalam usaha perikanan tangkap. Juga merupakan tempat bersandar berlabuh, dan bongkar muat ikan yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang perikanan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2020 terdapat 578 Pelabuhan Perikanan yang tersebar di seluruh Indonesia. Provinsi Aceh merupakan provinsi dengan jumlah Pelabuhan Perikanan terbanyak di Indonesia.

Dari 578 pelabuhan perikanan di Indonesia, 69% pelabuhan memiliki Tempat Pendaratan Ikan (TPI), jumlah tempat pendaratan ikan yang aktif akan berpengaruh terhadap total produksi ikan yang dijual.

Di masa yang akan datang Pelabuhan Perikanan akan menjadi kunci keberhasilan perikanan tangkap di suatu daerah. Hal ini seiring dengan keluarnya peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 58 Tahun 2020 yang bertujuan untuk meningkatkan PNBP melalui kebijakan penangkapan ikan secara terukur.

Menurut peraturan tersebut diatas, terdapat pembagian area kebijakan penangkapan terukur di WPP-NRI dimana WPP 711 yang meliputi Provinsi Kepulauan Riau dan Kalimantan Barat ditetapkan sebagai area fishing industry. WPP 711 yang sebagian besar meliputi Laut Natuna dan Natuna Utara memiliki kuota jumlah tangkapan total yang tersedia sebesar 614.000 ton/tahun.

Sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehkan (JTB) pemanfaatan pusat yang ditawarkan sebesar 462.000 ton/tahun dengan nilai ekonominya sebesar Rp 12,7 Triliun per tahun dengan lokasi pendaratan yang ditetapkan di 2 (dua) Pelabuhan Perikanan yang ada di Kepulauan Riau yaitu Pelabuhan Perikanan Barelang-Batam (saat ini tidak operasional) dan Pelabuhan Perikanan Selat Lampa-Natuna.

Kuota untuk fishing industry ini diberikan dengan metode lelang terbuka, hal ini tercantum dalam rencana implementasi penangkapan terukur di Indonesia dimana pada zona penangkapan tersebut diperuntukkan bagi 4-5 investor dengan dasar ikatan kontrak 20 tahun antara KKP dan investor.

Kuota industri ini ditentukan oleh KKP dengan batas >12 mil dari pantai, sedangkan untuk nelayan lokal dan rekreasi diperbolehkan <12 mil dari garis pantai. Kapal penangkap ikan hanya boleh menangkap ikan sesuai kuota yang telah ditentukan dan tidak boleh lebih. Kuota penangkapan ikan diberikan sesuai dengan Gross Ton kapal dan durasi operasional kapal dalam 1 (satu) tahun.

Pelabuhan perikanan atau pelabuhan pangkalan yang menjadi tempat pendaratan perikanan dimana kuota penangkapan ikan diberikan. Saat ini sebagian besar kapal penangkap ikan yang beroperasi di WPP 711 berasal dari pulau Jawa dan Sumatera Utara, bila hasil tangkapan harus tercatat di pelabuhan pangkalan maka kemungkinan besar kapal-kapal tersebut tetap akan mendaratkan ikan di pulau Jawa atau Sumatera.

Perlu dicari solusi agar kapal-kapal tersebut mendaratkan ikannya di pelabuhan perikanan di provinsi Kepulauan Riau atau Kalimantan Barat sehingga kedua provinsi tersebut mendapatkan nilai tambah dari kegiatan penangkapan ikan di wilayah mereka sendiri baik dari retribusi di pelabuhan perikanan atau pun dengan bergeraknya roda ekonomi masyarakat sekitar pelabuhan dengan cara membangun sentra-sentra pengolahan perikanan di masing-masing pelabuhan perikanan untuk pasar domestik dan ekspor.

Sebelum Peraturan MKP ini diterapkan penuh, sebaiknya KKP segera membangun Pelabuhan Perikanan yang baru dan terintegrasi untuk mendukung peningkatan pendapatan PNBP karena sistem pemungutan PNBP pasca produksi dihitung berdasarkan kuota tangkapan dan hasil perikanan oleh kapal tersebut, apabila kapal tidak mendaratkan hasil penangkapan ikan di pelabuhan perikanan yang ditetapkan maka akan kemungkinan terjadi kesalahan dalam penghitungan produksi sehingga akan merugikan negara.

Untuk menghindari pelanggaran-pelanggaran dan manipulasi hasil produksi perikanan maka diperlukan pengawasan yang terukur dan melekat pada setiap kapal penangkap ikan agar tujuan baik dari peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan ini dapat tercapai sehingga negara mendapat pemasukan tambahan dan kelestarian perikanan tetap terjaga.

Oleh:
Budi Mulyawan, A.Md
(Fungsional Asisten Pengelola Produksi Perikanan Tangkap
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kepulauan Riau)

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed