oleh

Terdakwa Predator Seksual Anak JE Bos SPI Terancam 20 Tahun Penjara

Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak.

Malang-Sidang mendengar keterangan 2 orang saksi korban kekerasan seksual terhadap SDS dan JAY yang dilakukan terdakwa Julianto Ekaputra bos Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di PN Malang berjalan selama 10 jam mendapat atensi dari Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Rabu (9/3/2022).

Sering kali Ketua Majelis Hakim menghentikan pertanyaan-pertanyaan dari pengacara terdakwa kepada korban yang tidak relevan terhadap dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pengacara terdakwa terhadap korban dikontruksi bahwa korban adalah perempuan nakal dan tidak tahu diri atas kebaikan terdakwa dan pertanyaan yang menyakitkan dan merendahkan martabat anak dan perempuan dengan mempertanyakan hal-hal tidak relevan dengan dakwaan JPU.

Dalam sidang mendengar keterangan saksi korban terdakwa Julianto Ekaputra yang hadir dalam persidangan di PN Malang terlihat dan sering kali tertunduk lesuh disamping empat (4) pengacaranya.

Lebih jauh Arist yang hadir dalam persidangan sekalipun sidang tertutup untuk umum itu mengatakan kepada sejumlah media di PN Malang majelis hakim yang dipimpin 1 orang hakim anggota perempuan dan 1 orang hakim laki-laki mendengarkan secara seksama atas kronologis kesaksian korban.

Mendengar keterangan saksi korban atas peristiwa kejahatan seksual yang dilakukan terdakwa Julianto sangat menjijikkan dan merendakan martabat kemanusiaan itu sudah sepatutnya terdakwa mendapat hukuman sesuai dengan ketentuan pasal 81 dan 82 UU RI Nomor 27 Tanun 2016 tentang Penerapan Perpu No..01 Tahun 2016 mengenai perubahan krdia atas UU RI No.23 Tahun 2002 tentang perlindungan Anak yakni seumur hidup dengan hukuman tambahan berupa kebiri melalui suntik kimia sesuai dengan ketentuan PP No.70 tahun 2020 tentang Tatalaksana Kebiri.

“Namun ada pertanyaan mendasar bagi saya, sekalipun terdakwa dinyatakan dalam dakwaan JPU melanggar UU No. 17 Tahun 2016 dengan ancaman seumur hidup dan hukuman mati mengapa terdakwa tidak ditahan, ada apa? Jelas Arist.

Oleh sebab itu, Atas kejanggalan ini, Komnas Perlindungan Anak dan Tim Litigasi dan Rehabilotasi Sosial Anak segera akan menemui Ketua MA dan Kejagung RI untuk mempertanyakan kejanggalan itu.

Diakhir sidang terdakwa tidak mengakui perbuatannya tetapi membenarkan bahwa korban dan teman-teman korban dibawah ke luar negeri ke Singapura, Malaysia, Eropah dan di Kapal Pesiar di luar negeri,” tambah Arist. (Art)

Komentar

News Feed