Bintan (KEPRI)-Kepolisian Resor (Polres) Bintan Polda Kepri mengklarifikasi pemberitaan pada salah satu media yang berjudul 7 Korban meninggal dunia Kajari Bintan ungkap tidak pernah terima SPDP kasus laka lantas, Selasa (9/1/2024).
Menanggapi pemberitaan tersebut Kapolres Bintan AKBP Riky Iswoyo, S.I.K., M.M melalui Kasi Humas IPTU Missyamsu Alson membenarkan bahwa Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) penanganan perkara kecelakaan lalu lintas memang tidak ada yang dikirimkan ke Kejaksaan Negeri Bintan.
“Iya benar tidak ada SPDP yang kita kirimkan ke Kejaksaan Negeri Bintan karena perkaranya masih dalam proses penyelidikan dan terjadinya kesepakatan antara kedua belah pihak untuk berdamai sebelum perkara tersebut ditingkatkan ke dalam proses penyidikan,” ucap Kasi Humas kepada wartawan.
Lebih lanjut Kasi Humas menjelaskan bahwa dari data yang masuk ke Polres Bintan sebanyak 103 Laporan Polisi kecelakaan lalu lintas selama tahun 2023 dengan jumlah korban meninggal dunia sebanyak 7 jiwa sesuai dengan rilis akhir tahun yang dipimpin oleh Kapolres Bintan pada akhir bulan Desember 2023 lalu.
“Disini kita jelaskan bahwa dari 7 korban yang meninggal dunia tersebut, 5 diantaranya sebagai tersangka dan 2 sebagai korban, bahkan satu kejadian kecelakaan antara sepeda motor dengan sepeda motor merenggut 2 jiwa di TKP sedangkan 1 jiwa lagi meninggal di Rumah Sakit beberapa hari kemudian, kejadian tersebut terjadi pada bulan Maret 2023,” terangnya.
Untuk 2 dugaan sebagai tersangka, perkara masih dalam proses penyelidikan sudah ditemukan perdamaian diantara kedua belah pihak yaitu antara tersangka dan keluarga korban yang meninggal dunia sehingga perkara tersebut tidak ditingkatkan ke Proses Penyidikan,” tambahnya.
Dari 7 korban yang meninggal dunia tersebut terdiri dari 5 Laporan Polisi atau 5 kejadian selebihnya dengan korban yang luka berat sebanyak 110 korban dan 72 korban dengan luka ringan.
Kasi Humas juga menerangkan bahwa jika ada terjadinya kecelakaan lalu lintas atau Laporan Polisi terlebih dahulu dilakukan proses penyelidikan untuk menentukan apakah laporan tersebut layak atau bisa ditingkatkan dalam proses penyidikan, jika hasil gelar perkara menyimpulkan bahwa laporan Polisi tersebut bisa dilakukan proses penyidikan maka Polri akan melakukan penyidikan dengan pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan bahkan penahanan terhadap tersangka sesuai dengan yang di atur oleh KUHAP.
Namun jika sebelum diterbitkan Surat Perintah Penyidikan terhadap perkara tersebut, timbul kesepakatan kedua belah pihak yaitu antara calon tersangka dan korban atau keluarga korban kita juga tidak bisa memaksakan harus melakukan penyidikan dan melakukan upaya paksa.
“Kita menghentikan proses penyelidikan tersebut tentunya mengacu pada Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif atau penyelesaian perkara di luar persidangan atau Pengadilan,” ungkapnya.
Tentunya sebelum perkara tersebut diselesaikan terlebih dahulu harus menempuh proses sesuai dengan Perpol nomor 8 tahun 2021 tersebut, apa lagi adanya semboyan Salus populi suprema lex esto yang diterjemahkan dengan keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi.
Ada lagi pepatah mengatakan dalam perseteruan antara kedua belah pihak “Menang Jadi Arang Kalah Jadi Abu”, jadi kalau ada permasalahan yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan kenapa harus di proses secara hukum karena kedua belah pihak akan sama-sama mengalami kerugian, namun proses penyelesaiannya harus melalui prosedur sesuai dengan aturan,” tutupnya. (HMS/red)
Komentar