Surabaya (Jatim)-Majelis Hakim yang dipimpin Johanis Hehamony atas kasus kejahatan seksual yang dilakukan Hanny Layantara (57) seorang pendeta yang melayani di salah satu gereja Happy Family Center (HFC) di Jalan Embong Sawo, Surabaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan kejahatan seksual secara berulang terhadap anak rohaninya terhitung sejak tahun 2005 hingga 2011. Sesuai dengan Pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak akhirnya dengan mempertimbangkan fakta hukum di persidangan menjatuhi hukuman dengan pidana penjara 10 tahun dan denda Rp.100 juta subsider 6 bulan penjara.
Dalam pertimbangan hakim, majelis hakim menilai yang memberatkan terdakwa Hanny Layantara berbelit-belit dan tidak mengakui perbuatannya melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin umat beragama.
Sementara hal yang meringankan terdakwa, bahwa terdakwa tidak pernah dihukum.
Putusan Majelis Hakim yang dibacakan pada sidang hari ini Senin 21/09 di PN Surabaya sesuai dengan Tuntutan Jaksa Penuntut Umum.
Atas putusan ini, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait yang turut hadir pada sidang pembacaan Putusan atas kejahatan seksual dan persetubuan paksa yang dilakukan Hanny Layantara terhadap anak rohaninya yang dibacakan Majelis Hakim PN Surabaya memberikan apresiasi dan penghargaan setingi-tingginya kepada Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim yng telah memeriksa dan memutus kejahatan seksual yang dilakukan Pendeta Hanny Layantara sesuai dengan fakta hukum.
Pertimbangan hukum dan unsur-unsur pidana yang dilakukan terdakwa sudah memenuhi ketentuan Undang-undang Perlindungan Anak.
JPU maupun hakim sangat jelih, sensitif dan berdalil dalam menuntut dan memutus kasus kejahatan seksual ini, demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlidungan Anak kepada puluhan media usai menghadiri sidang putusan atas perkara Hanny Layantara di Restauran Cianjur Surabaya, Selasa 22/09.
Oleh Majelis Hakim, berdasarkan fakta hukum dan perbuatannya, Hanny Layantara dinyatakan secara syah telah melakukan tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak.
Perbuatan Hanny Layantara juga telah memenuhi unsur yang diatur pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak oleh karenanya Hanny Layantara Ketua Sinodal Gereja HFC pantas dan layak mendapat ganjaran hukum 10 tahun penjara,” tambah Arist.
Lebih jauh Arist menyampaikan kepada media di Surabaya, putusan majelis hakim sudah dapat dijadikan jurisprudensi terhadap kasus serupa di Indonesia, sehingga lembaga-lembaga keagamaan bebas dari kasus kejahatan seksual.
Usai sidang Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak Indonesia saat ditemui sejumlah wartawan di PN Surabaya menyampaikan apresiasinya terhadap JPU dan Majelis Hakim yang telah memeriksa dan mengadili perkara ini secara adil kita apresiasi sekali sebab putusan majelis hakim dalam pertimbangan hukum sangat akurat mulai dari penuntutan oleh JPU sudah sesuai dengan dasar-dasar Hukum sehingga unsur-unsur pidana nya terpenuhi sehingga majelis hakim memutus Hanny Layantara bersalah dan dihukum 10 tahun penjara,” jelasnya.
Sementara itu Eidden BethaniaThenu juru bicara keluarga korban menanggapi putusan ini dengan rasa syukur karena meskipun divonis 10 tahun penjara perbuatan Hanny Layantara masih meninggalkan trauma yang sangat berat bagi korban.
Saya mewakili keluarga korban sangat mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada majelis hakim yang sudah memutuskan perkara ini. Saat ini kondisi korban dalam trauma berat dan kita masih coba berikan terapi agar korban bisa segera pulih,” ucap Eiden. (* )
Editor: 7ringgo
Komentar